Hujan di Surabaya adalah sesak yang mengendapkan rasa.
Ia begitu angkuh.
Ia tidak peduli aku yang melepuh.
Hujan di Surabaya selalu sama,
ia selalu menghambatku.
Memaksaku berteduh pada emper toko cina yg menjual kenyataan.
Kadang, jika aku punya sedikit harga diri, aku berteduh di salah satu teras toko serba ada yang menjual perabotan hidup.
Namun sekarang, Surabaya bersalju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar