Sampang dan kita,
adalah musim yang tak
terbaca.
Hujan meluruhkan jumpa,
membanjirkan kata dan bahasa,
tanpa sempat diminta maupun
dibaca.
Menumbangkan doa kita
diantara mega dan sukma.
Menahan kita, diantara
rahasia dan dosa.
Sampang dan kita,
menerka segala bahaya dalam
siksa raga.
Membiarkan malam mengiris
waktu,
sedangkan rindu berlarian
mencari pisau, dan berebut menyebut dirinya yang paling tajam.
Mungkin rindu terlalu bosan
menahan diri, ia butuh bunuh diri.
Agar takdir menyadari
ketidakadaannya;
barangkali sudi membacakan
ayat-ayat suci di setiap jengkal kepulangannya.
Sampang dan kita adalah
selamat tinggal.
Di pagi buta, kita mengemas
memori itu dan menatanya di dalam koper.
Nanti ketika kita sudah di
Surabaya, memori itu kita pilah;
mana yang harus kita buang,
mana yang harus kita simpan dalam lemari.
Sampang dan kita adalah
tanda titik.
—Untuk Sampang atas 25 hari yang berarti—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar