Ada gemuruh di hatiku,
sinyal bahwa hatiku akan menurunkan hujan penyesalan.
Mengapa dulu aku begitu abai pada setiamu?
Kamu, angin yang mampu merubuhkan pohon kaku di hatiku.
Kamu, angin yang mampu menerbangkan bunga angsana dari sela kelopak mataku.
Kamu, angin yang mampu mengugurkan dedaunan sayu dari tatap mataku.
Rintik sesalku semakin deras,
dan membentuk kubangan rindu di sepanjang jalan berbunga.
Rindu itu menciprat kemana-mana saat kenyataan melewatinya, bahkan ia menguap tanpa jejak begitu lelah bersinar.
Hatiku membiru.
Aku merindukanmu, selalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar